Sunday, May 23, 2010

Cinta Seorang Hamba terhadap Alloh SWT *

Sesungguhnya semua orang sepakat bahwa cinta terhadap Alloh swt dan rosulNya adalah wajib. Sementara bagaimana mungkin mewajibkan sesuatu yang tidak pernah terwujud? Bagaimana menjabarkan rasa cinta dengan taat, sementara taat itu sendiri merupakan ekses dan buah dari rasa cinta itu? Maka, merupakan sebuah keharusan untuk mewujudkan dahulu rasa cinta itu, barulah setelah itu melakukan ketaatan terhadap orang yang dicintai itu. Bukti tetapnya rasa cinta (mahabbah) terhadap Alloh swt adalah firman :

. . . يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهُ . . .

 Artinya :
" . . . yang Alloh mencintai mereka dan merekapun mencintai Alloh . . . "(Al Maa'idah : 54)

Juga terlihat dalam firman berikut  :



. . . وَالَّذِيْنَ آمَنُوْاَشَدُّحُبًّالِلَّهِ . . .


Artinya :
" . . . adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya terhadap Alloh . . . "
(Al Baqoroh : 165)

Firman tersebut merupakan sebuah dalil terhadap tetapnya rasa cinta dan bertingkatnya rasa tersebut. Rosululloh Muhammad saw telah menjadikan mahabbah terhadap Alloh swt sebagai sebuah syarat iman dalam berbagai hadits. Diceritakan :


اِذْقَالَ اَبُوْرَزِّيْنَ الْعُقَيْلِى: يَارَسُوْلَ اللَّهِ: مَاالاِْيْمَانُ؟

قَالَ: اَنْ يَكُوْنَ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْكَ مِمَّا سِوَا هُمَا

Artinya :
" Ketika Abu Rozin al 'Uqayli(1) bertanya : "Wahai Rosululloh, apakah iman itu?", Rosululloh SAW menjawab : "Jika Alloh dan RosulNya lebih engkau cintai ketimbang selain keduanya."" (HR. Ahmad dengan tambahan di awalnya (Al Iraqi)

Sementara dalam hadits lain disebutkan :

لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ اَحَبُّ اِلَيْهِ مِمَّاسِوَاهُمَا


Artinya :
"Belumlah beriman salah seorang dari kalian, sampai Alloh SWT dan rosulNya lebih dia cintai ketimbang selain keduanya". (HR. Bukhori dan Muslim (Al Iraqi))


dalam hadits yang lain dikatakan :

لاَيُؤْمِنُ الْعَبْدُ حتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ


Artinya :
"Belumlah beriman seorang hamba, sampai dia lebih cinta kepadaNya ketimbang keluarganya, hartanya dan semua manusia". Dalam sebuah riwayat : " . . . dan ketimbang dirinya sendiri".
(HR. Bukhori dan Muslim (Al Iraqi))

Bagaimana tidak? Sementara Alloh SWT telah berfirman :


قُلْ اِنْ كَانَءَابَآؤُكُمْ وَاَبْنَآؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالٌ 

اقْتَرَفْتُمُوْهَاوَتِجَارَةٌتَخْشَوْنَ كَسَادَهَاوَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَآاَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ 

  وَرَسُوْلِهِ وَجِهَادٍفِى سَبِيْلِهِ فَتَرَبَّصُوْاحَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِاَمْرِهِ وَاللَّهُ لاَيَهْدِالْقَوْمَ

                                                                   الْفَاسِقِيْنَ

Artinya :
"Katakanlah : "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Alloh dan RosulNya dan (dari) berjihad di jalanNya maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusan- Nya". Dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik". 

(At Taubah : 24)

Dan semestinyalah semua itu akan berlaku dalam menghadapi penentangan dan pengingkaran. Rosululloh SAW telah memerintahkan cinta itu dalam sabdanya :


اَحِبُّ اللَّهَ لِمَايَعْبُدُوْكُمْ بِهِ مِنْ نِعَمِهِ وَاَحِبُّوْنِى لِحُبِّ اللَّهِ اِيَّايَ


Artinya :
"Cintalah kalian semua terhadap Alloh SWT, terhadap apa yang kalian makan pagi ini dari berbagai kenikmatanNya. Dan cintalah kalian kepadaku, karena cinta Alloh terhadapku." (HR. Tirmidzi berkata : "Hasan ghorib" (Al Iraqi))

Diriwayatkan :

اَنَّ رَجُلاً قَالَ : يَارَسُوْلَ اللَّهِ اِنِّى اُحِبُّكَ فَقَالَ : اِسْتَفِدَّ لِلْفَقْرِ

فَقَالَ : اِنِّى اُحِبُ اللَّهَ تَعَالَى فَقَالَ : اِسْتَفِدَّ لِلْبَلاَءِ

Artinya :
"Sesungguhnya seorang lelaki berkata : "Wahai rosulalloh, sesungguhnya aku mencintaimu." Maka beliau SAW bersabda : "Bersiap-siaplah untuk miskin." Kemudian dia berkata : "Sesungguhnya aku mencintai Alloh SWT." Maka beliau bersabda : "Bersiaplah untuk suatu cobaan."" (HR. Tirmidzi berkata : "Hasan ghorib" (Al Iraqi))


وَجَاءَ اَعْرَابِىٌّ اِلَى النَّبِى فَقَالَ : يَارَسُوْلَ اللَّهِ مَتَى السَاعَةُ قَالَ : مَااعَدَّدْتَ لَهَا 

فَقَالَ : مَااَعَدَّدْتُ لَهَاكَثِيْرَصَلاَةٍوَلاَصِيَامٍ اِلاَّاَنِّى اَحَبُّ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ

فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللَّهِ : اَلْمَرْءُمَعَ مَنْ اَحَبَّ
 

Artinya :
"Seorang bangsa Arab Badui datang kepada Rosulalloh SAW, kemudian dia bertanya : "Wahai Rosulalloh, kapankah hari kiamat itu?" Maka beliau SAW balik bertanya : "Apakah persiapanmu untuknya?" Dia menjawab : "Aku tidak bersiap untuknya dengan banyak sholat dan tidak pula puasa, hanya saja aku mencintai Alloh dan rosulNya." Maka Rosulalloh SAW berkata kepadanya : "Seseorang bersama dengan sesiapa yang dicintai."" (HR. Bukhori dan Muslim (Al Iraqi))


Sahabat Anas RA berkata : "Aku tidak melihat kaum muslimin bergembira dengan sesuatu, seperti kegembiraan mereka dengan hal itu." Abu Bakr RA berkata : "Barang siapa mencicipi kemurnian cinta Alloh SWT, maka hal itu akan menjadikannya berpaling dari memburu dunia dan hal itu akan menjadikannya gelisah dari semua manusia." Berkata Hasan Al Bashri : "Barang siapa mengenal Tuhannya, dia akan mencintaiNya. Dan barang siapa mengenal dunia, maka dia akan berzuhud di dalamnya. Sementara seorang yang beriman adalah mereka yang tidak bermain-main sampai terlupa, sehingga ketika dia berpikir dia telah bersedih."

Diceritakan bahwa sesungguhnya Nabi Isa Asmelewati tiga kelompok manusia yang badannya telah kurus kering dan warna kulit merekapun telah berubah. Maka beliau berkata : "Apakah yang telah sampai kepada kalian dengan apa yang aku lihat?" Mereka mereka menjawab : "Takut dari api neraka." Maka beliau berkata : "Kebenaran bagi Alloh SWT, jika Dia SWT mengamankan kalian dari apa yang kalian takuti." Kemudian ia (Isa AS) melewati tiga kelompok yang lain, dimana mereka lebih kurus dan lebih berubah warna kulitnya, maka ia bertanya : "Apakah yang telah sampai kepada kalian dengan apa yang aku lihat?" Mereka berkata : "Rasa cinta terhadap surga." Maka beliau berkata : "Kebenaran bagi Alloh SWT, jika Dia SWT memberikan kepada kalian terhadap apa yang kalian harapkan." Kemudian lewatlah kepadanya (Isa AS) tiga kelompok yang lain, dimana mereka lebih kurus dan lebih berubah warna kulit mereka, seakan wajah mereka merupakan sebuah cermin dari cahaya, maka ia bertanya : "Apakah yang telah sampai kepada kalian dengan apa yang aku lihat?" Mereka menjawab : "Kami mencintai Alloh SWT." Maka beliau menjawab : "Kalianlah orang-orang yang dekat. Kalianlah orang-orang yang dekat. Kalianlah orang-orang yang dekat."

Berkata Yahya ibnu Mu'adz(2) : "AmpunanNya akan mengkaramkan semua dosa. Lantas bagaimana dengan keridloanNya? RidloNya akan mengkaramkan semua angan-angan. Lantas bagaimana dengan cintaNya? CintaNya akan mencengangkan akal. Lantas bagaimana dengan kasihNya? KasihNya akan melupakan apa yang selainNya. Lantas bagaimana dengan kelembutanNya? Dia (Alloh) berkata : "Seberat biji sawi dari rasa cinta lebih aku cintai ketimbang ibadah tujuh puluh tahun tanpa rasa cinta.""

Tentang mahabbah (rasa cinta) terhadap Alloh SWT, telah datang berbagai hadits dan atsar yang tidak mungkin lagi masuk dalam perhitungan orang yang menghitung dan itu merupakan persoalan yang sangat jelas. Sementara mengkaji secara detil dalam esensi pengertiannya akan cukup menyibukkan kita dengan hanya itu.

Catatan :
(1) Yaitu Laith bin Amir al Muntafiq, sahabat yang lebih terkenal dengan julukannya, perawi dari para pemilik kitab Sunan Empat dan Bukhori dalam Al Adab al Mufrod (Al Isahabah 3/330. Al Kasyif 3/113. At Taqrib 287)
(2) Yaitu Yahya bin Mu'adz bin Ja'far Ar Rozi Abu Zakariyya, pemberi tuturan, zahid yang tidak mempunyai bandingan dimasanya, ahli fikir, bermukim di Balkh (Afganistan sekarang) dan Wafat di Naisabur (Iran sekarang) pada 258 H    (Al A'laam 8/172)


* disadur dari buku "Imam Al Ghazali Berbicara tentang Mahabbah" terbitan CV. Surya Angkasa Semarang, cetakan pertama th. 1995.

 

No comments: